Badak Jawa di Ujung Kulon Bertambah

Kabar gembira datang dari Taman Nasional Ujung Kulon [TNUK], Banten, untuk Indonesia dan dunia. Populasi badak jawa  rhinoceros sondaicus bertambah. Empat induk badak telah melahirkan anak, masing-masing satu individu.

“Dari induk bernama Mantili, Srikandi, Suci, dan Tiara. Ada dua individu betina, satu jantan dan satu kembali belum diketahui jenis kelaminnya.

 Keseluruhan, per September 2019, jumlah satwa bercula satu ini sebanyak 72 individu,” ujar Kepala Balai Taman Nasional Ujung Kulon, Anggodo, lewat pesan tertulisnya kepada Mongabay Indonesia

Berdasarkan hasil monitoring, dari 72 individu itu diketahui 38 individu jantan, 33 individu betina, dan 1 individu belum teridentifikasi.

 Diketahui pula, dari jumlah berikut terdapat 15 individu anak dan 57 individu remaja-dewasa.

Jumlah ini merupakan angka tertinggi yang tercatat sejak 1967, 1980, 1983, dan 2007 yang berjumlah 64 individu. Menurut Anggodo, perihal ini memperlihatkan bahwa kondisi habitatnya masih bagus. “Sejak 2012, senantiasa terekam kelahiran anak badak jawa di Taman Nasional Ujung Kulon,” terangnya.

Anggodo menjelaskan, tim identifikasi Balai Taman Nasional Ujung Kulon yang dipimpin Yayus dan Aphuy mendapatkan anakan badak berikut lewat kamera jebak. Masing-masing berusia pada 1 bulan, 1-2 bulan, 3-5 bulan, dan 10-12 bulan.

Mereka dari tim Rhino Protecting Unit, Rino Monitoring dan Rhino Health Unit sebetulnya tak dapat menjumpai segera dikarenakan sebetulnya sulit mencari jejak badak. “Mereka menyaksikan dari kamera dan video,” ujarnya.

Kondisi badak jawa keseluruhan, kata Anggodo, hingga saat ini aman. Namun, pantauan  bisa saja ada potensi penularan penyakit, gangguan ternak, perburuan, dan perkawinan didalam satu garis keturunan yang menyebabkan kecacatan, terus dilakukan.

“Kewaspadaan juga diberlakukan terhadap potensi ancaman bencana alam di lokasi Ujung Kulon. Untuk pantauan badak, kami melibatkan masyarakat, mitra kerja dan pihak perguruan tinggi,” jelasnya.

Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati [KKH] Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK], Indra Exploitasia, lewat pesan tertulisnya kepada Mongabay menuturkan, Taman Nasional Ujung Kulon merupakan lokasi aman dari ancaman perburuan, agar badak jawa dapat berkembang biak“Anak badak yang lahir ini dari induk berbeda.

Program untuk mempertahankan habitat layaknya membersihkan tanaman invasif yang mengganggu tumbuhan pakan badak terus dilakukan,” terangnya.

Hanya di Ujung Kulon

Hayani Suprahman, Koordinator JRSCA Ujung Kulon Yayasan Badak Indonesia, memperlihatkan kegembiraannya dengan bertambahnya populasi badak jawa.

 “Ini menunjukkan, meskipun tersedia beberapa tantangan yang dihadapi, tapi dengan kerja serupa pengamanan Balai TNUK dengan mitra kerja, kondisi yang memungkinan ada kelahiran dapat diwujudkan.

Dengan kata lain, kondisi kawasan sejauh ini memadai aman dan nyaman untuk terjadinya reproduksi badak jawa,” terangnya, Senin [16/12/2019].

Tantangan terhadap kehidupan badak yang dimaksud Hayani adalah perambahan, kegiatan ilegal, atau bisa saja transmisi penyakit [zoonosis] dari kerbau domestik yang berada di kawasan Taman Nasional Ujung Kulon secara liar. “Terpenting juga, kewaspadaan potensi bencana alam berwujud letusan Gunung Krakatau,” jelasnya.

Hayani menuturkan, tsunami yang berjalan 22 Desember 2018 lalu, akibat longsornya lereng Gunung Anak Krakatau seluas 64 hektar, perlu senantiasa jadi perhatian kami terhadap keselamatan badak jawa. Harus tersedia tanggapan positif.

“Semenanjung Ujung Kulon merupakan ujung baratnya Pulau Jawa. Posisinya di Selat Sunda, berdekatan Gunung Anak Krakatau, sesar Indo-Australia, Sesar Semangka, dan Sesar Selat Sunda. Untuk itu, lokasi yang aman dari ancaman tsunami dan erupsi Krakatau, perlu kami upayakan, demi lestarinya badak jawa,” ujarnya.

International Rhino Foundation [IRF], lewat web resminya menyongsong baik bertambahnya jumlah badak jawa di Ujung Kulon. Sepuluh th. lalu, badak jawa di TNUK diperkirakan kurang dari 50 individu. Dengan upaya konservasi, populasi badak meningkat bertahap yang ditandai dengan kelahiran sejak 2012. “Ini memperlihatkan komitmen Pemerintah Indonesia dan pejabat taman nasional merawat populasi badak jawa sekaligus habitatnya,” memahami IRF.

Badak jawa merupakan mamalia berpostur tegap. Tingginya, hingga bahu, sekitar 128-175 sentimeter dengan bobot tubuh 1.600-2.280 kilogram. Meski penglihatannya tidak awas, akan tapi pendengaran dan penciumannya super tajam yang dapat menangkap tanda bahaya yang menghampiri kehidupannya. Satu cula berukuran 25 sentimeter berwarna abu-abu gelap atau hitam merupakan ciri khas utama jenis ini.

Berdasarkan catatan sejarah, dahulunya badak jawa tersebar luas. Mulai dari India, Myanmar, Thailand, Kamboja, Laos, Vietnam, Semenanjung Malaysia, Jawa, dan Sumatera. Badak jawa yang berada di Vietnam, punah terhadap 2011.

Badak jawa dilindungi Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 106 Tahun 2018 mengenai Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi. Berdasarkan IUCN Red List statusnya Kritis [Critically Endangered] atau satu langkah menuju kepunahan di alam liar. Populasinya hanya tersedia di Taman Nasional Ujung Kulon, tepatnya di Semenanjung Ujung Kulon.